| Dakwaan |
KESATU
----------Bahwa Ia Terdakwa I DIANE VERA RITA MERENTEK bersama-sama dengan Terdakwa II JELLY RINDORINDO pertama kali pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2015; kedua pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015; ketiga pada hari Kamis tanggal 04 Juni 2015; keempat pada hari Rabu tanggal 24 Juni 2015; kelima pada hari Kamis tanggal 20 Agustus 2015; keenam pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015; ketujuh pada hari dan tanggal yang Saksi Korban tidak ingat lagi di akhir tahun 2015; dan kedelapan pada hari dan tanggal yang Saksi Korban tidak ingat lagi di tahun 2016, atau setidak-tidaknya pada kurun waktu tahun 2015 dan 2016 bertempat di Desa Pinaling, Jaga X, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan tepatnya di Rumah Keluarga RATU – KOTAMBUNAN atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Amurang, secara bersama-sama dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan tipu muslihat maupun dengan rangkaian kebohongan, membujuk Saksi Korban HELENA KOTAMBUNAN untuk memberikan suatu barang berupa uang sebagai syarat untuk menjadikan anak Saksi Korban KARTINI NATALIA RATU sebagai PNS yang mengakibatkan kerugian materil sebagai satu perbuatan berlanjut, di mana perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------------------------------------
Berawal pada waktu dan tempat sebagaimana di atas, Terdakwa I dan Terdakwa II menelepon Saksi SARTJE TIGAU untuk mencari orang yang mau menjadi PNS, taka lama kemudian Saksi Korban ditelepon oleh orang tua Pr. SELTI BUYUNG yang bernama SARTJE TIGAU, dengan mengatakan “apakah anakmu suka menjadi PNS, ini anak Saksi Korban sudah keluar SK di Boltim, dengan menggunkan jasa seorang ibu, kalo suka ada dua orang itu yang mo datang”, lalu Saksi Korban menjawab Saksi Korban suka anak Saksi Korban menjadi PNS, setelah ditelepon, keesokan harinya Terdakwa i dan Terdakwa II yang sebelumnya Saksi Korban tidak kenal diantar oleh Pr. SARTJE TIGAU, kemudian Saksi Korban berbicara dengan kedua Terdakwa yang intinya akan menjadikan anak Saksi Korban sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi dengan persyaratan harus memberikan uang kepada para Terdakwa dengan perorang calon PNS sejumlah Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), kemudian Saksi Korban mengatakan bahwa Saksi Korban tidak mampu namun pada pembicaraan itu Saksi Korban sempat mengatakan bahwa jika sudah menjadi PNS Saksi Korban akan memberikan sejumlah uang yang dimintah oleh para Terdakwa, kemudian pada saat Terdakwa I dan Terdakwa II akan pergi mereka memintah uang sejumlah Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) sebagai panjar pembayaran CPNS ke BKN pusat namun pada saat itu Saksi Korban belum menyerahkan uang tersebut.
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2015 Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban sambil meminta uang sebesar Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) dengan maksud sebagai panjar pembayaran CPNS ke BKN pusat, karena untuk kepentingan Anak dari Saksi Korban, Saksi Korban menyerahkan uang tersebut yaitu sejumlah sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah dan dibuatkan kwitansi pertanggal 20 Mei 2015 (sebagaimana BB).
selanjutnya seminggu kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II datang kembali kerumah Saksi Korban, namun sebelum ke rumah, setiap harinya Terdakwa I dan Terdakwa II berulang-ulang menghubungi Saksi Korban melalui Via telepon dengan alasan tinggal menunggu 3 hari untuk keluar NIP (nomor induk pegawai) sambil meminta uang sebesar Rp. 50.000.000, (lima puluh juta rupiah), sambil meyakinkan Saksi Korban, sehingga pada saat itu Saksi Korban menyanggupi permintaan para Terdakwa dan pada saat penyerahan tersebut dibuatkan Kwitansi pertanggal 28 Mei 2015 (sebagamana BB), dan pada saat penyerahan uang tersebut Terdakwa I dan Terdakwa II mengatakan “masih ada satu lagi yang mau masuk PNS, karena jata untuk calon PNS lewat para Terdakwa disanggupi para Terdakwa bisa memasukkan 2 (dua) orang, mendengar hal tersebut, Saksi Korban berkata, Saksi Korban juga akan memasukan salah satu anak Saksi Korban lagi, lalu dijawab oleh para Terdakwa dengan kata-kata “ok” tapi harus menambah uang lagi sejumlah Rp. 50.000.000, (lima puluh juta rupiah) dan Saksi Korban mau menyanggupi permintaan para Terdakwa.
Selanjutnya seminggu kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban untuk menanyakan perkembangan tentang penyampaian para terdakwa pada tanggal 28 mei 2015 namun para Terdakwa mengatakan belum ada hasilnya sambil menanyakan bagaimana dengan satu orang anak Saksi Korban yang akan di masukkan menjadi PNS sambil menanyakan komitmen per orang sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) mendengar hal tersebut Saksi Korban menyanggupi uang sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) yang dibuatkan kwitansi pertanggal 04 Juni 2015 (sebagaimana BB).
Kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban lagi untuk menyerahkan uang sisa yang belum diserahkan oleh Saksi Korban sebagaimana kesepakatan bahwa per orang calon PNS sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupaih) untuk melengkapi uang di maksud Saksi Korban menyerahkan lagi uang sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) yang dibuatkan Kwitansi pertanggal tanggal 24 Juni 2015 (sebagaiamana BB).
Selanjutnya Terdakwa I menghubungi kembali Saksi Korban melalui Hp untuk mengirimkan uang sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) namun pada saat itu Saksi Korban hanya mengtransfer uang sebesar Rp. 9.500.000,- (sembilan juta lima ratus ribu rupiah) ke rekening Terdakwa I pada tanggal 20 Agustus 2015 (sebagaimana BB).
Selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II lagi-lagi menghubungi Saksi Korban untuk memenuhi sisa uang hasil kesepakatan Para Terdakwa dan Saksi Korban sehingga Saksi Korban hanya mengtransfer uang sejumlah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ke rekening BNI An. Bpk. Hadirman tertanggal 20 Oktober 2015 (sebagaimana BB).
Selanjutnya pada waktu dan hari yang Saksi Korban sudah lupa namun seingat Saksi Korban pada akhir tahun 2015 saksi KARTINI NATALIA RATU menyerahkan uang sesuai permintaan Terdakwa I dan Terdakwa II sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) kepada Tedakwa I dan Terdakwa II namun tanpa dilampirkan bukti Kwitansi.
Selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban lagi untuk meminta uang namun uang tersebut di serahkan kepada Lk JHONY MARENTEK dan pada saat itu Saksi Korban menyerahkan uang sebesar Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) kepada Lk. JHONY MARAMIS di kompleks Rumah Saksit Siloam Manado, dan pada saat itu Saksi Korban menyerahkan uang tersebut kepada Lk. JHONY MARAMIS dan dibuatkan kwitansi (sebagaimana BB).
Selanjutnya Saksi Korban dijanjikan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II pada tahun 2015 dan 2016. Namun setelah itu, Terdakwa I dan Terdakwa II sudah tidak bisa dihubungi, namun menghubungi Saksi Korban dengan nomor yang berbeda-beda (berganti-ganti) dan terus berjanji akan menjadikan anak dari Saksi Korban untuk menjadi PNS.
Selanjutnya pada tahun 2016 di hari dan tanggal yang Saksi Korban sudah tidak ingat lagi, Saksi Korban ditelepon oleh kedua Terdakwa untuk membawa baju Korpri di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara karena akan dilantik sebagai PNS di sana, namun setelah Saksi Korban, anak dan saudara-saudara dari Saksi Korban sampai di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara, ternyata tidak ada kegiatan pelantikan PNS di Hotel tersebut;
Selanjutnya pada hari Kamis tangga 3 September 2020, Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban dan mengatakan bahwa mereka akan mengembalikan uang Saksi Korban sebesar Rp. 110.500.000,- (seratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah) pada bulan Desember 2020 namun sampai saat ini Kedua Terdakwa tidak juga mengembalikan uang tersebut.
Bahwa akibat dari perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II, kerugian yang dialami oleh Saksi Korban adalah sebesar Rp. 110.500.000,- (seratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah);
Bahwa terdapat bukti melalui kwitansi dan transfer uang ke rekening Terdakwa I berupa:
Kwitansi tertanggal 20 Mei 2015 sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dan yang menerima adalah Terdakwa II;
Kwitansi tertanggal 28 Mei 2015 sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan yang menerima adalah Terdakwa I dan Terdakwa II;
Kwitansi tertanggal 4 Juni 2015 sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan yang menerima adalah Terdakwa I;
Kwitansi tertanggal 24 Juni 2015 sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan yang menerima adalah Terdakwa I;
Bukti transfer ke rekening (BRI) Terdakwa I sebesar Rp.9.500.000,- (sembilan juta lima ratus ribu rupiah) tertanggal 20 Agustus 2015;
Bukti transfer ke rekening (BNI) Terdakwa I sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) tertanggal 20 Oktober 2015;
1 kwitansi tanpa tanggal yang diterima oleh lelaki JHON MARAMIS sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
------Perbuatan Terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHPidana.-------------------------------------------------------------
Atau
KEDUA
----------Bahwa Ia Terdakwa I DIANE VERA RITA MERENTEK bersama-sama dengan Terdakwa II JELLY RINDORINDO pertama kali pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2015; kedua pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015; ketiga pada hari Kamis tanggal 04 Juni 2015; keempat pada hari Rabu tanggal 24 Juni 2015; kelima pada hari dan tanggal yang Saksi Korban tidak ingat; keenam pada hari Kamis tanggal 20 Agustus 2015; ketujuh pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015; kedelapan pada hari dan tanggal yang Saksi Korban tidak ingat di tahun 2016; dan kesembilan pada hari Kamis tanggal 03 September 2020 bertempat di Desa Pinaling, Jaga X, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan tepatnya di di Rumah Keluarga RATU – KOTAMBUNAN atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Amurang, secara bersama-sama dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan sebagai satu perbuatan berlanjut, di mana perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------------------------------------
Berawal pada waktu dan tempat sebagaimana di atas, Terdakwa I dan Terdakwa II menelepon Saksi SARTJE TIGAU untuk mencari orang yang mau menjadi PNS, taka lama kemudian Saksi Korban ditelepon oleh orang tua Pr. SELTI BUYUNG yang bernama SARTJE TIGAU, dengan mengatakan “apakah anakmu suka menjadi PNS, ini anak Saksi Korban sudah keluar SK di Boltim, dengan menggunkan jasa seorang ibu, kalo suka ada dua orang itu yang mo datang”, lalu Saksi Korban menjawab Saksi Korban suka anak Saksi Korban menjadi PNS, setelah ditelepon, keesokan harinya Terdakwa i dan Terdakwa II yang sebelumnya Saksi Korban tidak kenal diantar oleh Pr. SARTJE TIGAU, kemudian Saksi Korban berbicara dengan kedua Terdakwa yang intinya akan menjadikan anak Saksi Korban sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi dengan persyaratan harus memberikan uang kepada para Terdakwa dengan perorang calon PNS sejumlah Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), kemudian Saksi Korban mengatakan bahwa Saksi Korban tidak mampu namun pada pembicaraan itu Saksi Korban sempat mengatakan bahwa jika sudah menjadi PNS Saksi Korban akan memberikan sejumlah uang yang dimintah oleh para Terdakwa, kemudian pada saat Terdakwa I dan Terdakwa II akan pergi mereka memintah uang sejumlah Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) sebagai panjar pembayaran CPNS ke BKN pusat namun pada saat itu Saksi Korban belum menyerahkan uang tersebut.
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2015 Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban sambil meminta uang sebesar Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) dengan maksud sebagai panjar pembayaran CPNS ke BKN pusat, karena untuk kepentingan Anak dari Saksi Korban, Saksi Korban menyerahkan uang tersebut yaitu sejumlah sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah dan dibuatkan kwitansi pertanggal 20 Mei 2015 (sebagaimana BB).
Selanjutnya seminggu kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II datang kembali kerumah Saksi Korban, namun sebelum ke rumah, setiap harinya Terdakwa I dan Terdakwa II berulang-ulang menghubungi Saksi Korban melalui Via telepon dengan alasan tinggal menunggu 3 hari untuk keluar NIP (nomor induk pegawai) sambil meminta uang sebesar Rp. 50.000.000, (lima puluh juta rupiah), sambil meyakinkan Saksi Korban, sehingga pada saat itu Saksi Korban menyanggupi permintaan para Terdakwa dan pada saat penyerahan tersebut dibuatkan Kwitansi pertanggal 28 Mei 2015 (sebagamana BB), dan pada saat penyerahan uang tersebut Terdakwa I dan Terdakwa II mengatakan “masih ada satu lagi yang mau masuk PNS, karena jatah untuk calon PNS lewat para Terdakwa disanggupi para Terdakwa bisa memasukkan 2 (dua) orang, mendengar hal tersebut, Saksi Korban berkata, Saksi Korban juga akan memasukan salah satu anak Saksi Korban lagi, lalu dijawab oleh para Terdakwa dengan kata-kata “ok” tapi harus menambah uang lagi sejumlah Rp. 50.000.000, (lima puluh juta rupiah) dan Saksi Korban mau menyanggupi permintaan para Terdakwa.
Selanjutnya seminggu kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban untuk menanyakan perkembangan tentang penyampaian para terdakwa pada tanggal 28 mei 2015 namun para Terdakwa mengatakan belum ada hasilnya sambil menanyakan bagaimana dengan satu orang anak Saksi Korban yang akan di masukkan menjadi PNS sambil menanyakan komitmen per orang sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) mendengar hal tersebut Saksi Korban menyanggupi uang sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) yang dibuatkan kwitansi pertanggal 04 Juni 2015 (sebagaimana BB).
Kemudian Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban lagi untuk menyerahkan uang sisa yang belum diserahkan oleh Saksi Korban sebagaimana kesepakatan bahwa per orang calon PNS sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupaih) untuk melengkapi uang di maksud Saksi Korban menyerahkan lagi uang sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) yang dibuatkan Kwitansi pertanggal tanggal 24 Juni 2015 (sebagaiamana BB).
Selanjutnya Terdakwa I menghubungi kembali Saksi Korban melalui Hp untuk mengirimkan uang sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) namun pada saat itu Saksi Korban hanya mengtransfer uang sebesar Rp. 9.500.000,- (sembilan juta lima ratus ribu rupiah) ke rekening Terdakwa I pada tanggal 20 Agustus 2015 (sebagaimana BB).
Selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II lagi-lagi menghubungi Saksi Korban untuk memenuhi sisa uang hasil kesepakatan Para Terdakwa dan Saksi Korban sehingga Saksi Korban hanya mengtransfer uang sejumlah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ke rekening BNI An. Bpk. Hadirman tertanggal 20 Oktober 2015 (sebagaimana BB).
Selanjutnya pada waktu dan hari yang Saksi Korban sudah lupa namun seingat Saksi Korban pada akhir tahun 2015 saksi KARTINI NATALIA RATU menyerahkan uang sesuai permintaan Terdakwa I dan Terdakwa II sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) kepada Tedakwa I dan Terdakwa II namun tanpa dilampirkan bukti Kwitansi.
Selanjutnya Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban lagi untuk meminta uang namun uang tersebut di serahkan kepada Lk JHONY MARENTEK dan pada saat itu Saksi Korban menyerahkan uang sebesar Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah) kepada Lk. JHONY MARAMIS di kompleks Rumah Saksit Siloam Manado, dan pada saat itu Saksi Korban menyerahkan uang tersebut kepada Lk. JHONY MARAMIS dan dibuatkan kwitansi (sebagaimana BB).
selanjutnya Saksi Korban dijanjikan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II pada tahun 2015 dan 2016. Namun setelah itu, Terdakwa I dan Terdakwa II sudah tidak bisa dihubungi, namun menghubungi Saksi Korban dengan nomor yang berbeda-beda (berganti-ganti) dan terus berjanji akan menjadikan anak dari Saksi Korban untuk menjadi PNS.
Selanjutnya pada tahun 2016 di hari dan tanggal yang Saksi Korban sudah tidak ingat lagi, Saksi Korban ditelepon oleh kedua Terdakwa untuk membawa baju Korpri di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara karena akan dilantik sebagai PNS di sana, namun setelah Saksi Korban, anak dan saudara-saudara dari Saksi Korban sampai di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara, ternyata tidak ada kegiatan pelantikan PNS di Hotel tersebut.
Selanjutnya pada hari Kamis tangga 3 September 2020, Terdakwa I dan Terdakwa II menghubungi Saksi Korban dan mengatakan bahwa mereka akan mengembalikan uang Saksi Korban sebesar Rp. 110.500.000,- (seratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah) pada bulan Desember 2020 namun sampai saat ini Kedua Terdakwa tidak juga mengembalikan uang tersebut.
Bahwa akibat dari perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II, kerugian yang dialami oleh Saksi Korban adalah sebesar Rp. 110.500.000,- (seratus sepuluh juta lima ratus ribu rupiah).
------Perbuatan Terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 372 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHPidana.------------------------------------------------------------- |